SELATPANJANG - Pakar lingkungan DR Elviriadi MSi menilai saat ini penanganan kebakaran lahan dan hutan (Karlahut) dan merestorasi gambut nampaknya mulai menemui titik buntu dan berjalan di tempat. Padahal, penanganan Karlahut dan Restorasi Gambut ini merupakan pertarungan ideologi.

"Hal itu sudah saya duga. Pada beberapa kesempatan saya sudah bilang waspada terhadap serangan balik mafia gambut. Eh, belum serangan balik, atau baru setakat rekonsiliasi kecil-kecilan, para restorator gambut sudah tiarap," ujar Elviriadi kepada GoRiau, Minggu (13/11/2016).

Baca Juga: Upaya Polarisasi KemenLHK Merangkul KPK Cukup Bijak, Elviriadi: Tapi Jangan Puas Sampai di Situ

Kata Elviriadi lagi, satu hal yang harus disadari dan perlu disadarkan kepada publik khususnya Menteri LHK Siti Nurbaya dan para aktivis, bahwa ini merupakan pertarungan ideologi. Antara ideologi kapitalis warisan Orde Baru (Orba), dikenal dengan pembangunanisme yang dinikmati kelanjutannya oleh penguasa hari ini. Tumbalnya, tambah Elviriadi, adalah hutan dan segala isinya serta penduduk desa sekitar hutan yang jatuh melarat.

Baca Juga: Karlahut Memanas, Elviriadi: Harus Ada Evaluasi Mendasar

"Lawannya adalah para aktivis, segelintir ilmuwan dan kelompok sipil yang menginginkan kelestarian hutan, menyelamatkan manusia desa, dan membangun ekonomi yang berkelanjutan. Pembangunan yang tidak melukai rakyat,  sebutlah ini sebagai ideologi perjuangan para pendiri republik," kata Elviriadi menjelaskan.

Baca Juga: Abrasi Kian Meluas, Elviriadi: Meranti Harus Segera Lakukan Konservasi Ekosistem Pesisir

Ditambahkan laki-laki bertubuh tambun itu lagi, dalam konteks ideologi ini, nyatalah gerakan Siti Nurbaya tidak didukung oleh sistem negara yang terkesan mencintai cukong kapitalis. Sejalan dengan itu, NGO dan kelompok sipil yang bergerak juga belum sampai ke tingkat ideologis. Dalam arti, berjuang atas panggilan jiwa patriot, out of agenda, di luar agenda rutin, dengan atau tanpa anggaran, berjuang dengan harta dan diri.

Baca Juga: SP3 Terbit, Elviriadi: Saatnya Masyarakat Riau Bersatu Melawan Ketidakadilan Ini

"Wajar, ketika sudah dalam satu 'gelanggang  perang' di Pulau Padang dan Semenanjung Kampar, pilihan jadi rumit. Jika diteruskan, bisa jatuh korban,  kriminalisasi, konflik horizontal yang tak berimbang. BRG yang mendeadline cukong agar merestorasi, perintah status quo operasional, penyanderaan PPNS,  pengidentifikasian titik api diperusahaan, izin-izin bermasalah, owner perusahaan yang full power. Semua itu adalah dinamika penting yang memerlukan dorongan ideologis," tambahnya lagi.

Baca Juga: Jokowi Resmikan Hari Lingkungan Hidup, Bukti Negara Membungkuk pada Aktor Ecocide

Dengan demikian, Ia mengaku dapat memaklumi BRG merangkul NGO untuk agenda jambore gambut di Jambi. Langkah itu berimplikasi ganda. Pertama, elemen pecinta lingkungan berkonsolidasi mengambil nafas. Kedua, NGO terkena jurus memutar dari koleganya BRG sehingga semakin terjauhkan dari gelanggang perang, mengentaskan para penggasak ekosistem yang didukung penguasa. ***#Semua Berita Kep Meranti, Klik di Sini